Kamis, 16 Oktober 2008

Untuk apa kita tahu?

Kadang kita berpikir, seandainya kita mampu memahami segala hal, mampu dalam segala hal....alangkah luar biasanya hidup ini. Namun tidakkah kita pernah berpikir, manusia itu diciptakan-Nya sebagai makhluk yang terbatas. Terbatas usianya, terbatas fisiknya, terbatas ruang geraknya, dan tentu terbatas pikirnya. Kalau tidak tentunya kita tak kan berucap Subhanallah tatkala terhampar samudra luas di hadapan kita. Atau mungkin saat sebuah gunung berapi meletus dengan dahsyatnya tanpa diperkirakan sebelumnya, termasuk saat sang janin terlahir jauh hari sebelum saat yang telah diperhitungkan.
Entah memang sudah kodrati manusia terlahir dengan sifat tamak, takabur. Dan hanya sedikit yang mampu benar-benar mengubur sifat itu sebagai sebuah titik hitam kecil yang tak lagi tampak. Manusia sering tergiur dan terlena oleh tawaran manis pujian-pujian setan yang menggelitiki kalbu. Mata manusia hampir selalu dibutakan oleh nafsu duniawi.
Tak pernahkah kita berpikir, keterbatasan itu anugrah. Keterbatasan yang dikaruniakan pada kita adalah anugrah yang tak terkira. Pernahkah kita bayangkan diri kita, atau mungkin orang lain yang hidup selama zaman, tak lagi mengenal mati. Pernahkah terbayang bilamana kita mampu dan tahu segala bidang, sehingga akhirnya semua orang akan membutuhkan bantuan kita, lalu banyak lagi orang yang meminta bantuan kita, begitu seterusnya. Bahkan Allah pun mewajibkan kita mengimani Qodlo dan Qodar, semata-mata agar kita memiliki keterbatasan pengetahuan pada masa depan.
Ketidaktahuan adalah sebuah anugrah, sama seperti keterbatasan yang kita miliki. Karena itulah, kejutan dalam hidup akan terasa seperti hadiah tak terkira yang pernah kita terima dari-Nya, entah sebagai hadiah yang indah maupun sebaliknya. Keterbatasan pulalah yang mengajari kita untuk terus belajar dan berusaha. Keterbatasan dan ketidaktahuan membuat kita berkembangan ke arah yang lebih baik sebagai manusia, sebagai Makhluk terbaik ciptaan-Nya.

Setidaknya itu menurut keterbatasan berpikir saya sebagai manusia.

Tidak ada komentar: